Artikel

Keutamaan Bulan Dzulhijjah

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad teladan yang utama. Dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ “Tidak ada hari dimana suatu amal shaleh lebih dicintai Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan di sepuluh hari ini (sepuluh hari pertama Dzulhijjah, pen.).” Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, termasuk lebih utama dari jihad fi sabilillah? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Termasuk lebih utama dibanding jihad fi sabilillah. Kecuali orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya (ke medan jihad), dan tidak ada satupun yang kembali (mati dan hartanya diambil musuh, pen).” (HR. Al Bukhari, Ahmad, Abu Daud, dan At Turmudzi). Kalau bulan Ramadhan 10 hari terakhir adalah yang utama, maka pada bulan Dzulhijjah 10 hari pertama merupakan yang utama. Bahkan mengerjakan amal Saleh yang dilakukan pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah lebih utama dibandingkan jihad fii sabilillah. Amalan-Amalan Yang Disyariatkan Pada Bulan Dzulhijjah Pertama, Melaksanakan Ibadah Haji dan Umrah. Rasulullah SAW Bersabda : عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: العمرةُ إلى العمرةِ كفَّارَةٌ لمَا بينَهمَا ، والحجُّ المبرورُ ليسَ لهُ جزاءٌ إلا الجنَّةُ Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Ibadah umrah ke ibadah umrah berikutnya adalah penggugur (dosa) di antara keduanya, dan haji yang mabrur tiada balasan (bagi pelakunya) melainkan surga” (HR al-Bukhari dan Muslim). Hadist ini menunjukan keutamaan ibadah umrah yakni bisa menjadi penghapus dan penggugur dari dosa”, dan boleh dkerjakan berkali-kali untuk melaksanakan umrah. Hal ini dari frasa “ibadah umrah ke ibadah umrah berikutnya”. Hadist ini juga menunjukan keutamaan ibadah Haji, bahwa bila haji yang dikerjakan mabrur (baik) maka memiliki balasan yang istimewa yakni surga-Nya kelak. Kedua, Puasa pada hari arafah Dari Abu Qatadah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَه “…puasa hari ‘arafah, saya berharap kepada Allah agar menjadikan puasa ini sebagai kaffarah satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya..” (HR. Ahmad & Muslim). Tidak dapat diragukan lagi bahwa puasa adalah salah satu amalan yang utama. Selain puasa wajib pada bulan Ramadhan, Puasa sunnah pada hari arafah adalah salah satu yang terbaik. Dan keutamaan berpuasa pada hari arafah adalah penghapus dosa satu tahun sebelum dan satu tahun setelahnya. Ketiga, Bertakbir dan Berdzikir Pada sepuluh awal Dzulhijah juga dianjurkan memperbanyak ibadah sunnah semisal puasa dan zikir. Dalam hadits riwayat Ahmad disebutkan: مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعَمَلُ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنْ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ Artinya, “Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal saleh di dalamnya lebih dicintai oleh-Nya daripada hari yang sepuluh (sepuluh hari pertama dari Dzulhijjah), karenanya perbanyaklah tahlil, takbir, dan tahmid di dalamnya,” (HR Ahmad). Berdasarkan penjelasan di atas, dianjurkan memperbanyak zikir pada sepuluh pertama Dzulhijjah. Memperbanyak zikir lebih diutamakan lagi pada hari Arafah, yaitu tanggal sembilan Dzulhijah, apalagi bagi jamaah haji. Di antara zikir yang diperbanyak adalah melafalkan tahlil, takbir, dan tahmid. Keempat, Melaksanakan Sholat Idul Adha dan mendengarkan Khutbahnya Dari Ummu ‘Athiyyah radhiallahu’anha : أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نخرج ذوات الخدور يوم العيد قيل فالحيض قال ليشهدن الخير ودعوة المسلمين قال فقالت امرأة يا رسول الله إن لم يكن لإحداهن ثوب كيف تصنع قال تلبسها صاحبتها طائفة من ثوبها “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan wanita yang dipingit (juga wanita yang haid) pada hari Ied, untuk menyaksikan kebaikan dan seruan kaum muslimin. Kemudian seorang wanita berkata: ‘Wahai Rasulullah jika diantara kami ada yang tidak memiliki pakaian, lalu bagaimana?’. Rasulullah bersabda: ‘Hendaknya temannya memakaikan sebagian pakaiannya‘” (HR. Abu Daud, no.1136. Dishahihkan Al Albani di Shahih Abi Daud) Kelima, Berqurban pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq Allah subhanahu wa ta’ala mensyariatkan qurban. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: وَلِكُلِّ اُمَّةٍ جَعَلنَا مَنْسَكًا لِيَذْ كُرُوا اسْمَ اللهِ عَلى مَارَزَقهُمْ مِنْ بَهِيْمَة Artinya : “Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syari’atkan penyembelihan (kurban) supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizqikan Allah kepada mereka”. (QS. Al-Hajj : 34) Sedangkan waktu yang disyariatkan untuk melaksanakan Qurban  yakni padi hari raya Idul Adha dan juga hari-hari tasyriq. لِيَشْهدُوْا مَنَافِعَ َلهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللهِ فِي أيَّامٍ مَعْلوْمَاتٍ عَلى مَارَزَقهُمْ مِنْ بَهِيْمَةِ الأنْعَامِ َفكُلوْا مِنْهَا وَأطْعِمُواْ البَائِسَ ْالَفقِيْرَ (الحج : ٢٨) Artinya : “Supaya mareka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan. Atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak maka makanlah sebagian daripadanya (dan sebagian lagi) berikan untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir” . (QS. Al-Hajj. 28)

Keutamaan Bulan Dzulhijjah Read More »

Keunggulan Kambing Dalam Ajaran Islam

Menjelang Idul Adha, Umat Islam mulai sibuk mempersiapkan hewan kurban untuk di kurbankan ntah kambing, domba, sapi, kerbau, maupun unta. Diantara hewan-hewan kurban tersebut, Islam mengunggulkan kambing dibandingkan yang lainnya. Daging kambing adalah daging merah yang paling banyak di konsumsi di dunia. Kelezatannya memang menggoda setiap orang. Namun, banyak mitos dan klaim medis bahwa daging kambing berbahaya. Benarkah hal tersebut?  Ø  Apakah Daging Kambing Berbahaya? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :  اتخذوا الغنم فإن فيها بركة “Peliharalah (manfaatkan) kambing, karena didalamnya terdapat keberkahan” (HR. Ahmad no.26113). Dalam hadist tersebut disebutkan bahwa didalam daging kambing mengandung keberkahan. Sesuatu yang Rasulullah katakan memiliki keberkahan, tidak mungkin menimbulkan bahaya bagi umatNya. Apa yang sudah disyariatkan tentu bermanfaat dan tidak berbahaya. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata dalam risalahnya, الدين مبني على المصالح في جلبها و الدرء للقبائح “Agama dibangun atas dasar berbagai kemashlahatan, mendatangkan mashlahat dan menolak berbagai keburukan”. Informasi yang beredar dimasyarakat bahwa daging kambing bisa menyebabkan naiknya tekanan darah dan kolesterol. Hal ini bisa jadi karena pengolahan daging yang tidak sehat, misalkan menggunakan bumbu yang berlebihan hingga mineral dan vitaminnya hilang dan menyebabkan senyawa negatif didalamnya. Kemudian karena berlebihan dalam mengonsumsi daging kambing, apa saja yang sifatnya berlebihan ia akan berbahaya bagi kesehatan. Dan pola hidup dizaman sekarang yang tidak sehat.  Ø  Aroma Kambing mengandung obat terapi bagi orang-orang stres Aroma kambing bisa jadi sesuatu yang tidak sedap bagi orang banyak, tapi tahukah kawan bahwa hewan yang beraroma tidak sedap ini bisa membantu menenangkan pikiran, menghilangkan stres, membuat pikiran lebih santai, dan menjadi lebih bahagia. Sekarang ini banyak yang memakai kambing sebagai terapi untuk orang stres dengan mencium aromanya.  Ø  Mampu Mendidik Kepemimpinan Melebihi ilmu Leadership Manapun Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا إِلاَّ رَعَى الْغَنَمَ » . فَقَالَ أَصْحَابُهُ وَأَنْتَ فَقَالَ « نَعَمْ كُنْتُ أَرْعَاهَا عَلَى قَرَارِيطَ لأَهْلِ مَكَّةَ » “Tidak ada Nabi kecuali pernah menjadi penggembala kambing.” Mereka para sahabat bertanya, “Apakah engkau juga wahai Rasulullah?” Beliau berkata, “Iya, saya telah menggembala dengan imbalan beberapa qirath (mata uang dinar, pen.) dari penduduk Mekah.” (HR. Bukhari, no. 2262). Kenapa setiap Nabi adalah seorang penggembala kambing? Ibnu Hajar menyebutkan bahwa hikmah di balik penggembalaan kambing sebelum masa kenabian tiba adalah agar mereka terbiasa mengatur kambing yang nanti dengan sendirinya akan terbiasa menangani problematika umat manusia. (Fath Al-Bari, 4:441). Kalau sukses menggembala kambing, maka nantinya akan mudah mengatur manusia kelak saat menjadi seorang nabi. Dengan menggembala kambing akan melatih kesabaran dalam menyantuni dan mengayomi, selain itu juga menunjukan rasa tawadhu sehingga tidak merasa dirinya lebih baik daripada orang lain. Dan dengan menggembala kambing juga mengajarkan agar tidak bergantung kepada orang lain. Oleh karena itulah kenapa kambing bisa mendidik kepemimpinan melebihi leadership manapun.

Keunggulan Kambing Dalam Ajaran Islam Read More »

Ramadhan Bulan Pengampunan

Ramadhan dikenal sebagai Syahrul Ghufran (bulan penuh ampunan) karena pada bulan Ramadhan Allah SWT membukakan pintu pengampunan dan pembebasan dari api neraka.Rasulullah Saw. bersabda,“Sesungguhnya Allah mewajibkan puasa Ramadhan dan saya menyunnahkan bagi kalian shalat malamnya. Maka barangsiapa melaksanakan ibadah puasa dan shalat malamnya karena iman dan karena ingin mendapatkan pahala, niscaya dia keluar dari dosa-dosanya sebagaimana saat dia dilahirkan oleh ibundanya.” [HR. Nasa’i]Tidak ada manusia yang terbebas dari dosa, Allah SWT telah mensyariatkan faktor-faktor penyebab dosanya, agar hatinya selalu bergantung kepada Rabbnya, selalu menganggap dirinya sarat dengan kekurangan, senantiasa berintrospeksi diri, jauh dari sifat ujub (mengagumi diri sendiri), ghurur (terperdaya dengan amalan pribadi), dan kesombongan.Dosa-dosa banyak diampuni di bulan Ramadhan, karena bulan itu merupakan bulan rahmat, ampunan, pembebasan dari neraka, dan bulan untuk melakukan kebaikan.Di antara nama Allah Azza wa jalla  adalah al-Ghafur (Yang Maha Pengampun), dan di antara sifat-sifat-Nya adalah maghfirah (memberi ampunan). Sesungguhnya para hamba sangat membutuhkan ampunan Allah Azza wa jalla dari dosa-dosa mereka, dan mereka rentan terjerumus dalam kubangan dosa. Rasulullah Saw. bersabda: “Seandainya kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan melenyapkan kalian, dan Dia pasti akan mendatangkan suatu kaum yang berbuat dosa, lalu mereka akan memohon ampun kepada Allah, lalu Dia akan mengampuni.” [HR. Muslim]Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Allah SWT bukakan pintu taubat baginya. Sehingga ia benar-benar menyesali kesalahannya, merasa hina dan rendah serta sangat membutuhkan ampunan Allah AWT. Dan keburukan yang pernah ia lakukan itu merupakan sebab dari rahmat Allah SWT baginya. Sampai-sampai setan akan berkata, “Duhai, seandainya aku dahulu membiarkannya. Andai dulu aku tidak menjerumuskannya ke dalam dosa sampai ia bertaubat dan mendapatkan rahmat Allah SWT.” Diriwayatkan bahwa seseorang berkata, “Sesungguhnya seorang hamba bisa jadi berbuat suatu dosa, tetapi dosa tersebut menyebabkannya masuk surga.” Orang-orang bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Dia menjawab, “Dia menjawab, “Dia berbuat suatu dosa, lalu dosa itu senantiasa terpampang dihadapannya. Dia khawatir, takut, menangis, menyesal dan merasa malu kepada Rabbnya, menundukkan kepala di hadapan-Nya dengan hati yang khusyu’. Maka dosa tersebut menjadi sebab kebahagiaan dan keberuntungan orang itu, sehingga dosa tersebut lebih bermanfaat baginya daripada ketaatan yang banyak.” Hal tersebut memotivasi kita untuk selalu ingat pentingnya bertaubat, “Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” (QS. Al-Hadid [57] : 21)Dan ingatlah sabda Rasulullah Saw. “Sesungguhnya Allah SWT turun pada tiap malam ke langit dunia, hingga sepertiga malam yang terakhir, dan berfirman: Apakah ada orang yang meminta taubat hingga Aku berikan taubat kepadanya? Apakah ada yang meminta ampunan hingga Aku berikan ampunan kepadanya? Apakah ada orang yang meminta hingga Aku kabulkan permintaannya? Hingga datang fajar.” [HR. Muslim]

Ramadhan Bulan Pengampunan Read More »

Optimalkan Ibadah Ramadhan

  Ramadhan sudah selayaknya diisi dengan berbagai aktifitas yang terprogram dan terarah, agar buah ramadhan yang sangat mahal dapat dipetik untuk kehidupan selama dan pasca Ramadhan. Untuk mengoptimalkan ibadah-ibadah kita di bulan Ramadhan amalan-amalan apa sajakah yang harus kita lakukan? Rasulullah Saw. telah mengajarkan kepada umatnya dengan melakukan amalan-amalan Ramadhan., antara lain: 1. Tilawah Al-Qur’an Membaca Al-Qur’an merupakan transaski yang selalu menguntungkan, tidak akan pernah mengalami kerugian sepanjang  zaman. Sejak dulu para ulama mengistilahkan bulan Ramadhan dengan istilah “Syahrul Qur’an” (Bulan Al-Qur’an). Seorang Imam Ahlus sunnah Az-Zuhri pernah ditanya tentang amalan di bulan Ramadhan, lalu Beliau menjawab: “Membaca Al-Qur’an di Bulan Ramadhan nilainya sangat besar, begitupula dengan memberikan makanan untuk orang yang berbuka.’’Tentunya membaca Al-Qur’an sangat besar ganjaran dan nilainya, karena jika seseorang membaca satu huruf saja dari Al-Qur’an Allah  akan membalasnya dengan sepuluh kebaikan itu jika dikerjakan di luar bulan Ramadhan, lalu bagaimana jika membacanya di bulan Ramadhan? Sepertinya matematika rasio kita akan kelelahan menghitungnya.  “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugrahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, (QS. Fatir [35] : 29) Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Fatir [35] : 30) 2. Qiyam RamadhanDi samping Ramadhan disebut syahrul shiyam juga disebut syahrul qiyam.  Banyak ayat ataupun Hadits yang menganjurkan untuk mengisi malam Ramadhan dengan qiyamullail (shalat malam) untuk mendekatkan diri pada Allah SWT berharap ampunan-Nya. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.“Barang siapa yang melakukan qiyamullail di bulan Ramadhan karena iman dan ikhlas dalam pelaksanaannya maka ia akan diampuni dosa-dosa sebelumnya (dan yang akan datang).” [HR. Bukhari dan Muslim] 3. Mamberi makan orang yang puasa dan infaqSalah satu amalan Ramadhan yang dilakukan Rasulullah Saw. ialah memberi ifthar (santapan berbuka puasa pada orang yang berpuasa). Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. “Barang siapa yang memberi ifthar kepada yang berpuasa maka ia akan mendapatkan pahala senilai pahala yang berpuasa itu tanpa mengurangi pahala orang yang berpusa.”Dalam hal memberi ifthar dan shadaqah di bulan Ramadhan tidak saja terbatas untuk keperluan ifthar, melainkan untuk segala kebajikan. Rasulullah Saw. dikenal sebagai sosok dermawan dan kepedulian sosialnya menonjol, bahkan dalam hal ini digambarkan beliau lebih cepat dari angin. 4. I’tikafAmalan Ramadhan yang juga dilakukan oleh Rasulullah Saw. adalah beri’tikaf, yakni berdiam diri di masjid dengan niat beribadah pada Allah SWT, terutama sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Sebagaimana firman-Nya:“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu, mereka itu adalah pakaian, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan hawa nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, tetapi janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah [2] : 187) 5.  Lailatul Qadar Selama Ramadhan terdapat satu malam yang sangat populer, yaitu lailatul qadar, malam yang lebih berharga dari seribu bulan. Rasulullah Saw. tidak pernah melewatkan kesempatan untuk meraih lailatul qadar ini terutama malam-malam ganjil. Dalam hal ini Rasulullah Saw. bersabda: “Barang siapa yang shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan ikhlas pada Allah maka ia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [HR. Ahmad] 6. Umrah Umrah di bulan Ramadhan nilainya sama dengan ibadah haji atau haji bersama Rasulullah Saw. sebagaimana jawaban Rasulullah  pada Ummu Salamah yang bertanya masalah tersebut. Sabda Rasulullah Saw.“Apabila datang bulan Ramadhan maka berumrahlah, sebab umrah di bulan Ramadhan sama nilainya dengan haji atau sama dengan ibadah haji bersamaku.” [HR. Bukhari dan Muslim] 7. Zakat Fitrah “Zakat fitrah dibayar pada hari-hari terakhir Ramadhan. Zakat fitrah merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh seluruh komponen umat islam, baik laki-laki maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak.” [HR. Bukhari dan Ahmad]“Zakat fitrah ini dibayarkan dengan tujuan untuk mensucikan orang yang melaksanakan puasa dan untuk membantu kaum fakir miskin.” [HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah]

Optimalkan Ibadah Ramadhan Read More »

Empat Golongan yang Mendapat Keringanan Tidak Berpuasa

  Berpuasa di bulan Ramadhan hukumnya wajib bagi setiap muslim yang berakal dan sudah baligh. Akan tetapi ada empat golongan yang mendapat keringanan untuk tidak berpuasa. Empat golongan apa sajakah yang mendapat keringanan tersebut? empat golongan tersebut adalah: 1. Orang sakit ketika sulit berpuasaUntuk orang sakit ada tiga kondisi:Kondisi pertama adalah apabila sakitnya ringan dan tidak berpengaruh apa-apa jika tetap berpuasa. Contohnya pilek dan perut keroncongan. Untuk kondisi seperti ini  tetap diharuskan untuk berpuas.Kondisi kedua adalah apabila sakitnya bisa bertambah parah atau akan menjadi lama sembuhnya dan menjadi berat jika berpuasa, namun hal ini tidak membahayakan. Untuk kondisi ini dianjurkan untuk tidak berpuasa dan dimakruhkan jika tetap ingin berpuasa.Kondisi ketiga adalah apabila tetap berpuasa akan menyusahkan dirinya bahkan akan bisa mengantarkan pada kematian. Untuk kondisi ini diharamkan untuk berpuasa. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Dan janganlah kamu membunuh dirimu.” (QS. An-Nisa’ [4] : 29) 2. Orang yang bersafar ketika sulit berpuasaMusafir yang melakukan perjalanan jauh sehingga mendapatkan keringanan untuk meng-qoshor sholat dibolehkan untuk tidak berpuasa.Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah [2] : 185) 3. Orang yang sudah tua renta dan dalam keadaan lemah, juga orang sakit yang tidak kunjung sembuhPara ulama sepakat bahwa orang tua yang tidak mampu berpuasa, boleh baginya untuk tidak berpuasa  dan tidak ada qodho baginya. Menurut mayoritas ulama, cukup bagi mereka untuk memberi fidyah yaitu memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan. Pendapat mayoritas ulama inilah yang lebih kuat. Hal ini berdasarkan perintah Allah SWT,“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah [2] : 184)Begitu pula orang sakit yang tak kunjung sembuh, dia disamakan dengan orang tua renta yang tidak mampu melakukan puasa, sehingga dia diharuskan mengeluarkan fidyah (memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan). 4. Wanita hamil dan menyusuiDi antara kemudahan dalam syari’at islam adalah memberi keringanan kepada wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa. Jika wanita hamil takut terhadap janin yang berada dalam kandungannya dan wanita menyusui takut terhadap bayi yang dia sapih, maka boleh baginya untuk tidak berpuasa. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. “Sesungguhnya Allah meringankan setengah shalat untuk musafir dan meringankan puasa bagi musafir, wanita hamil, dan menyusui.”Ada hal penting yang perlu diperhatikan, bahwa wanita hamil dan menyusui boleh tidak berpuasa jika memang ia merasa kepayahan, kesulitan, takut membahayakan dirinya dan anaknya. Al Jashshos rahimahullah mengatakan, ” Jika wanita hamil dan menyusui berpuasa, lalu dapat membahayakan diri, anak atau keduanya, maka pada kondisi ini lebih baik bagi keduanya untuk tidak berpuasa dan terlarang bagi keduanya untuk berpuasa. Akan tetapi, jika tidak membawa dampak bahaya apa-apa pada diri dan anak, maka lebih baik ia berpuasa, dan pada kondisi ini tidak boleh ia

Empat Golongan yang Mendapat Keringanan Tidak Berpuasa Read More »

Ramadhan Mulia dan Istimewa

Ramadhan adalah sebaik-baiknya bulan yang memiliki keistimewaan, dimana bulan Ramadhan adalah  bulan yang penuh ampunan dan rahmat dari Allah SWT. Semua amal ibadah yang dilakukan pada bulan ini akan mendapat balasan lebih banyak dan lebih baik.oleh karena itu, kita sangat dianjurkan untuk berbuat kebajikan di bulan ini. diantara kemuliaan dan keistimewaan bulan Ramadhan yakni: 1. Pitu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu pada bulan RamadhanRasulullah Saw. bersabda:“Telah datang bulan Ramadhan, bulan penuh berkah, maka Allah mewajibkan kalian untuk berpuasa pada bulan itu, saat itu pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, para setan diikat dan pada bulan itu pula terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan.” [HR. Ahmad] 2. Do’a orang yang berpuasa mustajabRasulullah Saw. bersabda:“Ada tiga macam do’a yang mustajab, yaitu do’a orang yang sedang puasa, do’a orang yang teraniaya.” [HR. Baihaqi] 3. Puasa Ramadhan sebagai penebus dosa hingga datang bulan Ramadhan berikutnya Rasulullah Saw. bersabda:“Jarak antara shalat lima waktu, shalat jum’at dengan jum’at berikutnya, dan puasa Ramadhan dengan Ramadhan berikutnya merupakan penebus dosa-dosa yang ada diantaranya, apabila tidak melakukan dosa besar.” [HR. Muslim] 4. Puasa Ramadhan bisa menebus dosa-dosa yang telah lewat, dengan syarat puasanya ikhlasRasulullah Saw. bersabda:“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [HR. Bukhari dan Muslim] 5. Sedekah yang paling baik adalah pada bulan RamadhanRasulullah Saw. pernah ditanya: “Sedekah apakah yang paling mulia? Beliau menjawab: ‘Yaitu sedekah di bulan Ramadhan.” [HR. Tirmidzi]6. Orang yang menghidupkan (banyak beribadah) bulan Ramadhan dosa-dosanya diampuni Allah SWTRasulullah Saw. bersabda:“Barangsiapa beribadah (menghidupkan) bulan Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala, maka Alaah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [HR. Bukhari dan Muslim]7. Barang siapa memberi buka orang yang puasa maka mendapat pahala sebanyak orang yang berpuasa tersebutRasulullah Saw. bersabda:“Barangsiapa memberi perbukaan (makanan atau minuman) kepada orang yang berpuasa, maka dia akan mendapat pahala seperti pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa tersebut.” [HR. Ahmad]8. Puasa dan Al-Qur’an yang dibaca pada malam Ramadhan akan memberi syafaat kepada orang yang mengerjakannya kelak di hari kiamatRasulullah Saw. bersabda: “Puasa dan Al-Qur’an akan memberikan syafaat seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata: “Ya Rabbi, aku mencegahnya dari makan dan minum di siang hari”, Al-Qur’an juga berkata: “Aku mencegahnya dari tidur di malam hari, maka kami mohon syafaat buat dia.” Beliau bersabda: “Maka keduanya dibolehkan memberi syafaat.” [HR. Ahmad]9. Melaksanakan Umrah pada bulan Ramdhan mendapat pahala seperti melakukan ibadah HajiRasulullah Saw. bersabda:“Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan sama dengan pahala haji.” [HR. Bukhari]

Ramadhan Mulia dan Istimewa Read More »

Bagaimana Rumah Tangga Muslim Bisa Menjamin Kelangsungan Dakwah ? Berikut Penjelasannya !

Rumah tangga muslim bisa menjamin kelangsungan dakwah ? Aspek kehidupan yang tak kalah penting, sebagai umat islam dalam kehidupannya menjalankan sunnah, menaati segala aturan keislaman sebagai bentuk wujud kehidupan yang bernilai dan berpola islam luar-dalam, islam tanah air, dan islam untuk keselarasan bangsa-bangsa. Salah satu hal yang dipersiapkan, adalah membangun rumah tangga sebagai rumah tangga yang berlandaskan rumah tangga muslim yang benar-benar menerapkan keislaman dalam mengatur tatanan kerumah tanggaannya. Lalu, apakah rumah tangga muslim ini bisa selanjutnya menjamin kelangsungan dakwah islamiyah yang berbekal kedamaian dan perlindungan dalam penerapannya ? Sebagai muslim yang beragama, sudah sepantasnya kita memantaskan diri dalam mempersiapkan SALAH satu aspek penting untuk melalui hidup secara Islam, dengan salah satu caranya menyediakan rumah tangga kita supaya menjadi rumah tangga Muslim. Rumah tangga yang mempunyai ciri-ciri keislaman yang sebenar sahaja boleh menyediakan persekitaran yang harmoni dan tarbawi (bercirikan tarbiah Islam), melahirkan kasih sayang, hormat menghormati serta pelaksanaan ibadah yang membawa kepada ketenangan dan ketenteraman. Rencana ini cuba membincangkan persoalan rumah tangga Islam dan kedudukannya dalam pembentukan generasi anak yang bakal memikul taklif (tanggungjawab) Islam. Rencana ini akan menumpukan perbincangan kepada beberapa aspek komunikasi dalam rumah tangga tersebut. Bagaimana Pandangan Islam mengenai pembinaan rumah tangga ? Berkaca pada islam, tentulah merefleksi dalam kehidupan kita. Dari mulai tatanan kepribadian, berbangsa, dan maupun bernegara. Pandangan islam dalam memaknai pembinaan tersebut, juga terbingkai dalam pembinaan dari rumah tangga muslim itu sendiri, Sebelum kita meneruskan perbincangan mengenai tajuk ini, mari kita fahami pengertian rumahtangga atau keluarga Muslim. Keluarga Muslim ialah keluarga yang meletakkan segala aktiviti pembentukan keluarganya sesuai dengan syari’at Islam. Berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah, terdapat beberapa tujuan penting pembentukan rumah tangga Muslim ini, yaitu: (a) mendirikan syari’at Allah dalam segala urusan rumah tangga. (b) mewujudkan ketenteraman dan ketenangan jiwa dan roh “Dialah Yang Menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya” (al- A’raaf.. 189) Di dalam surah ar-Rum ayat 21, Allah SWT telah berfirman yang maksudnya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri daripada jenismu supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa mawaddah dan rahmat. Sesungguhnya pada yang demikian benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berftkir. ” AI-Qurtubi telah mencatatkan komentar lbn Abbas mengenai ‘mawaddah’ yang dijelaskan sebagai ‘cinta kasih seorang lelaki kepada isterinya dan ‘rahmah’ pula bermaksud ‘rahmatnya agar isterinya jangan sampai menderita atau mengalami kesusaban’. Di sini dapat disimpulkan bahawa pembentukan rumah tangga Muslim itu diasaskan di atas ‘mawaddah’ dan ‘rahmah’. Suasana rumah tangga yang dibina di atas dasar cinta dan kasih sayang yang suci akan mententeramkan dan memberi ketenangan kepada jiwa dan roh dalam kehidupan pendakwah. Dalam hal ini tiada contoh yang lebih baik dan tepat daripada rumah tangga Rasuluillah SAW yang dibina bersama denga Saidatina Khadijah, terutama ketika menghadapi cabaran dan pengalaman baru yang memerlukan sokongan padu serta keyakinan tanpa sebarang keraguan si isteri. Anak-anak yang dibentuk dalam suasana ‘mawaddah’ dan ‘rahmah’akan menghasilkan peribadi yang bahagia, yakin diri, tenteram, kasih sayang serta jauh daripada kekacauan serta penyakit batin yang melemahkan peribadi. (c) mewuiudkan sunnah Rasuluilah dengan melahirkan anak-anak soleh sehingga umat manusia merasa bangga dengan kehadiran kita. (d) memenuhi keperluan cinta kasih anak-anak. Ketidakseimbangan atau ketandusan cinta kasih ini akan menyebabkan penyimpangan akhlak dan perilaku. Di dalam perkahwinan dan pembentukan rumah tangga Muslim, Islam tidak menyempitkan tujuan perkahwinan kepada hanya untuk mendapatkan anak-anak soleh (walaupun ini adalah antara tujuan perkahwinan), untuk mengekang padangan dan menjaga kemaluan (walaupun ini juga menjadi matlamat perkahwinan) dan bukan juga bertujuan untuk menyalurkan nafsu secara syar’i sahaja, sebaliknya Islam telah menentukan matlamat yang lebih tinggi, mulia dan jauh jangkauannya. la berkait rapat dengan matlamat kemasyarakatan, jihad serta pelaksanaan amal Islam yang luas. Walaupun matlamat terpenting dalam perbentukan rumah tangga Muslim ialah untuk menyediakan suasana dan persekitaran yang subur bagi mendidik anak-anak, Islam telah menentukan bahawa tuiuan utama kesinambungan zuriat mempunyai kaitan dengan matlamat dakwah dan jihad. Tujuan ini dapat difahami menerusi beberapa ayat al-Quran. Antaranya ayat yang menggambarkan doa Nabi Zakaria yang berhajat kepada anak baqi mneruskan kewajipan dakwah yang dipikulnya. Firman Allah SWT yang bermaksud: “Ya Rabbi, kurniakan aku seorang anak yang baik di sisi Engkau. Anugerahkan aku seorang putera, yang akan mewarisi sebahagian keluarga Yaaqub.” (Maryam: 5-6) Peristiwa yang dirakamkan di dalam al-Quran itu menunjukkan bahawa seorang pendakwah juga berhajatkan anak seperti manusia lain, tetapi hajatnya lebih mulia kerana ia menghendaki anaknya mewarisi tugas dakwah dan jihad yang dipikulnya. Aspek ini penting kerana perjalanan dakwah dan pertarungan dengan jahiliyah memerlukan masa yang panjang. Oleh itu, dengan adanya pewaris yang meneruskan perjuangan, dapatlah dipastikan, insyaAllah, perjuangan itu tidak mati di pertengahan jalan kerana pupusnya pendokong perjuangan tersebut. Bagaimana melaksanakan pendidikan Islam dalam rumah tangga Muslim ? Salah satu ciri penting yang membezakan rumah tangga Muslim dengan rumahtangga bukan Muslim ialah pelaksanaan pendidikan Islam yang sebenar di dalamnya. Para pendakwah dituntut supaya memberi perhatian serius mengenai perkara itu. Anggota keluarga yang tidak mendapat pendidikan Islam atau yang lebih parah lagi jika pendidikan mereka terus terabai, mereka bukan sahaja tidak mampu menyambung perjuangan Islam tetapi mungkin merencat dan menjadi penghalang perjuangan itu. Pendidikan anggota keluarga dimulakan dengan pendidikan isteri. Pendidikan ini bermula dengan pemilihan yang dibuat di atas dasar keimanan dan keislamannya. Pendidikan isteri sangat penting diberi perhatian kerana isteri memainkan peranan yang paling besar dalam pendidikan anak. Anak sulung pula merupakan tumpuan kedua selepas isteri kerana isteri dan anak sulung (bapa juga tidak terkecuali) merupakan qudwah (contoh teladan) kepada anak-anak yang lain. Seandainya pendidikan isteri dan anak sulung terabai mereka tidak mungkin mampu menjadi teladan yang baik kepada anggota yang lain di dalam keluarga. Lalu, Bagaimana Keseimbangan di dalam rumah tangga itu sendiri ? Berbicara mengenai sebuah keutuhan dalam berumah tangga bagi seorang Mukmin ialah tidak lain untuk melaksanakan perhambaan kepada Allah, bukan menghalanginya daripada tugas utama itu. Bagaimanapun ada banyak ujian dan fitnah di dalam rumah tangga. Salah satu ciri penting yang perlu wujud dalam rumah tangga Islam adalah keseimbangan. Golongan yong beriman perlu bersungguh-sungguh untuk melahirkan keseimbangan ini kerana telah ramai golongan yang gugur daripada jalan yang penuh keberkatan ini kerana gagal melahirkan keseimbangan

Bagaimana Rumah Tangga Muslim Bisa Menjamin Kelangsungan Dakwah ? Berikut Penjelasannya ! Read More »

Sudah Sejauh Mana Kita Memuliakan Kedua Orang Tua Kita ? Bacalah ini !

Masihkah Kita Muliakan Orang Tua ? Sudah sejauh mana engkau melangkah dalam perjalanan kehidupanmu ? Sudah seberapa besar pencapaian yang engkau hasilkan dari kerja keras yang engkau anggap itu semata-mata adalah hasil pencapaian mu sendiri ? Sudah seberapa seringkah engkau mengingat bagaimana sosok Orang tua yang senantiasa mendoakan mu dan mengharap keberhasilanmu melebihi mereka saat ini ? Ingatlah kembali mereka, masihkah kita sebagai anak perannya memuliakan Orang Tua ? Allah Swt berfirman dalam Q.S. AL- Luqman Ayat 14 : وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ ﴿١٤﴾ Artinya : Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang tua, ibu bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu. Hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS Luqman: 14) Dalam ayat tersebut, sudah diperintahkan dengan jelas bahwa kita harus memuliakan orang tua kita. Mahasuci Allah Dzat yang tak pernah bosan mengurus semua hamba-Nya. Yang telah menjadikan amalan memuliakan orang tua (birul walidain) sebagai amalan yang amat dicintai-Nya. Demi Allah, siapa pun yang selalu berusaha untuk memuliakan kedua orang tuanya, niscaya akan Ia angkat derajatnya ke tempat paling tinggi di dunia maupun di akhirat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, .” (Qs. Al-Ahqaaf : 15) : وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ Artinya :“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf : 15) Alangkah tepat andai firman Allah tersebut kita baca berulang-ulang dan kita renungkan dalam-dalam. Sehingga Allah berkenan mengaruniakan cahaya hidayahnya kepada kita, mengaruniakan kesanggupan untuk mengoreksi diri dan mengaruniakan kesadaran untuk bertanya: “Telah seberapa besarkah kita memuliakan ibu bapak?”. Boleh jadi kita sekarang mulai mengabaikan orang tua kita. Bisa saja saat ini mereka tengah memeras keringat banting tulang mencari uang agar studi kita sukses. Sementara kita sendiri mulai malas belajar dan tidak pernah menyesal ketika mendapatkan nilai yang pas-pasan. Bahkan, dalam shalat lima waktunya atau tahajudnya mereka tak pernah lupa menyisipkan doa bagi kebaikan kita anak-anaknya. Ada seorang perwira tinggi yang sukses dalam karirnya, ternyata memiliki jawaban yang “sederhana” ketika ditanya seseorang, “Waktu kecil apakah Bapak pernah bercita-cita ingin jadi seorang jenderal?” Pertanyaan itu dijawabnya dengan tegas; “Saya tidak pernah bercita-cita seperti itu, kalau pun ada yang saya dambakan ketika itu, bahkan hingga sekarang, saya hanya ingin membahagiakan kedua orang tua saya!” Betapa dengan keinginan yang sepintas tampak sederhana, ia memiliki energi yang luar biasa, sehingga mampu menempuh jenjang demi jenjang pendidikan dengan prestasi gemilang. Bahkan ketika mulai masuk dinas ketentaraannya, ia mampu meraih jenjang demi jenjang dengan gemilang pula, hingga sampai pada pangkat yang disandangnya sekarang. Subhanallah. Karena itu, kita jangan sampai mengabaikan amalan yang sangat disukai Allah ini. Rasulullah SAW menempatkan ibu “tiga tingkat” di atas bapak dalam hal bakti kita pada keduanya. Betapa tidak, sekiranya saja kita menghitung penderitaan dan pengorbanan mereka untuk kita, sungguh tidak akan terhitung dan tertanggungkan. Seorang ulama mengatakan, “Walau kulit kita dikupas hingga telepas dari tubuh tidak akan pernah bisa menandingi pengorbanan mereka kepada kita. Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits, عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ Artinya : Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548) Alangkah lebih baik apabila kita bersabar dan teruslah panjatkan doa. Karena itu, jangan tunda waktu untuk membahagiakan mereka. Mohonkanlah maafnya atas segala kesalahan dan kelalaian kita selama ini. Karena siapa tahu Allah akan segera menakdirkan perpisahan antara kita dengan mereka untuk selama-lamanya. Kalau keduanya sudah berada di dalam kubur, bagaimana kita bisa mencium tangannya. Kita tidak bisa mempersembahkan bakti apapun kalau mereka sudah terbujur kaku. Jangan enggan untuk menjaga, membela, membahagiakan, memuliakan, menghormati, dan berbuat yang terbaik terhadap keduanya. Jangan lupa untuk selalu mendoakan keduanya agar mendapatkan khusnul khatimah. Mudah-mudahan perjuangan kita yang ikhlas dalam memuliakan keduanya membuat Allah ridha, sehingga Ia berkenan mengangkat derajat mereka berdua dan kita pun menjadi hamba yang berada dalam naungan cahaya ridha-Nya. Wallahu a’lam bish-shawab. Berikan penghargaan dan kemuliaan setinggi-tingginya pada keduaorang tua kita. Bersyukurlah jika kita masih diberi kelengkapan pada keduanya. Doakanlah terus-menerus keduanya sebagaiman keduanya mendoakan mu dalam langkahnya.

Sudah Sejauh Mana Kita Memuliakan Kedua Orang Tua Kita ? Bacalah ini ! Read More »

Benarkah Bisa Mengejar Surga Sejak Di Dunia ? Berikut Penjelasannya !

     Mengejar Surga Sejak Di Dunia. Dalam kehidupan bermasyarakat, terdapat beberapa kecenderungan yang beragam dalam memaknai perolehan kebahagiaan di dunia dan akhirat (Surga). Sebagian memiliki pandangan, dengan mengukur kebahagiaannya dengan hanya sukses di dunia, sementara akhiratnya tidak diperhatikan. Namun, sebagian lagi juga ada yang berpandangan bahwa kebahagiaan diperoleh dengan amal-amal akhirat saja, sementara di dunianya tidak diperhatikan. Tentu, keduanya ini tidaklah sehat.            Dalam memaknai kebahagiaan dan kesuksesan dalam kehidupan adalah dengan memposisikan di antaranya, maksudnya ialah manusia harus pandai dalam pencapaian kesuksesan (kebahagiaan) baik di dunia maupun di akhirat. Kesuksesan inilah, yang sejatinya juga diinginkan oleh islam, umat muslim.          Lalu, bagaimanakah caranya ? Cara yang paling tepat adalah dengan menjadikan semua aktivitas keduniawian ini juga memiliki nilai-nilai kunci kaitannya dengan kesuksesan menuju akhirat nantinya. Banyak pekerjaan-pekerjaan dan juga prestasi yang kita sering lihat hanya dari segi keduniawian, namun jika kita lebih bijak lagi dalam menjalaninya, dari mulai meniatkan diri, bersiap, sampai dengan tata cara yang benar dalam melaksanakan akan menjadi prestasi dan juga tabungan untuk diri di akhirat nanti.           Dengan teori demikian, sebenarnya kebutuhan-kebutuhan akan prestasi duniawi kita amat besar dalam rangka memberikan penambahan dalam tabungan kita sebagai bekal di akhirat tersebut. Sebab, dengan hanya melaksanakan ibadah formal saja, tentu kita memiliki banyak keterbatasan dalam mencapainya. Berapa banyak kah kita mampu berpuasa Sunnah, salat, dan lain sebagainya ? Bukan bermaksud kita meninggalkan amal dalam ibadah formal. Namun yang dilakukan adalah tetap melaksanakan amalan-amalan yang diperintahkan dalam ibadah formal, kemudian menambahinya dengan amalan duniawi yang bernilai untuk amalan akhirat. Dengan demikian, jika amalan ibadah formal kita sedikit, maka amalan duniawi akan menambah amalan kita di akhirat nanti, dan jika memang amalan ibadah formal kita pun banyak, maka dengan amal duniawi akan menambah banyak timbangan kita nanti di akhirat. Hal ini sejalan dengan definisi ibadah yang dinyatakan oleh imam Ibnu Taimiyah, “lalah apa yang diridhai Allah, dari perbuatan lahir dan batin. “ Berikut ini adalah beberapa contoh prestasi dan amal duniawi yang bisa menjadi bagian dari prestasi akhirat guna mengejar surga sejak di dunia :1.   Berjihad Menuntut Ilmu          Salah satu karya dan pencapaian prestasi yang banyak kita lakukan adalah menuntu ilmu, karena dengan menuntut ilmu kita memperoleh sebuah ide baru, inovasi baru, keahlian baru, dan manfaat-manfaat lain guna menopang kehidupan kita di dunia. Dengan belajar dan bersabar dalam memperolehnya, sampai menuju pada pencapaian pada tigkat taraf ahli, kemudian menjadikan sebuah kemanfaat baik menularkannya, atau memberikan kemudahan dalam bantuan pada orang lain, maka menuntut ilmu ini juga merupakan proses yang baik dalam memberikan tabungan kita di akhirat nanti, maka tidak heran orang berilmu jauh lebih takut dan taat kepada Allah SWT, jika dia memahami hakikat ini. Dan tidaklah berlebihan jika Allah SWT menempatkan orang-orang yang beriman dan berilmu pada posisi derajat yang tinggi. 2.  Pekerjaan Ringan Juga Terkesan Tidak Menguntungkan Banyak pekerjaan dan kegiatan yang terkesan ringan, kecil, dan biasa. Tetapi sebenarnya bisa memberikan berat amalan kita nantinya di akhirat, dengan berniat karena Allah SWT. Sebagai contoh ialah meminggirkan duri yang ada di tengah jalan, tersenyum pada sesama muslim, mengucap salam, ataupun mengasihi binatang. Rasulullah SAW pemah mengisahkan tentang wanita nakal yang di ampuni Allah SWT dan di masukan ke surga, setelah memberi air minum seekor anjing yang nyaris mati kelaparan. Akhimya wanita itu yang mati. Sebaliknya, dalam riwayat lain, dari Ibnu Umar, Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan kisah tentang seorang wanita yang masuk neraka karena mengerangkeng seekor kucing. Kucing itu tidak ia beri makan hingga mati. 3. Memperoleh Musibah Musibah yang kita alami, seperti sakit, ditinggal orang yang kita sayangi, ataupun bebagai masalah hidup lainnya merupakan penghias dalam melangkahkan kaki kita dalam perjalanan kehidupan di dunia ini. Ada sebagian yang memandang secara sempit sebagai sebuah kejadian yang alami belaka.             Namun, Kita harus memandangnya sebagai tabungan akhirat yang disiapkan untuk diri ini menghadap Allah SWT, dengan cara bersabar, tetap berdoa dan berikhtiar kepada Allah SWT. Pada saat yang sama, kita juga meminta pertolongan  kepada-Nya, mencari jalan keluar, mencari solusi-solusi terbaik dalam beriktiar dan berusaha menyelesaikan permasalaha yang terjadi. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah kesulitan dan sakit menimpa seorang muslim, tidak juga kegalauan, kesedihan, duka dan behan, hingga duri yang mengenai kakinya, kecuali menjadi penebus sebagian dari kesalahan-kesalahannya”. (HR. Bukhori dan Muslim, dari Abu Said dan Abu Hurairah).          Dalam kesempatan lain, Rasulullah SAW juga menegaskan, bahwa Allah SWT dalam hadist Qudsi berfirman, “Tidaklah ada balasan bagi seorang hambaKu bila aku dipanggil orang yang di cintainya dari dunia, lalu ia bersabar dan memohon balasan (kepada-Ku) kecuali baginya adalah surga”. (HR. Bukhori dari Abu Hurairah). 4. Mencari Nafkah  Banyak di antara kita, yang hanya memandang mencari mata pencaharian sebagai sebuah tuntutan duniawi belaka, guna memenuhi kebutuhan akan makan dan minum. Namun, sejatinya. Kita tidak boleh membatasii karya keduniawian itu hanya sebagai karya dunia, sebaliknya kita harus menjadikannya juga sebagai tabungan akhirat dengan meniatkan diri dan melaksanakannya dengan tata cara yang baik dan benar. Dengan seperti itu, nantinya kita diharapkan akan mendapatkan keduanya, yaitu sukses dunia dan in shaa Allah sukses akhirat. Rasulullah SAW bersabda, “Diantara dosa-dosa, ada dosa yang tidak bisa dihapus oleh shalat, tidak pula oleh puasa, tidak pula oleh hajj, tetapi bisa dihapus dengan kelelahan mencari mala pencarian”. (HR. Thabrani). Bahkan, nafkah batin yang diberikan kepada istri sekalipun adalah tabungan untuk hari akhirat 5. Melakukan Pekerjaan Yang Dampak Baiknya Dirasakan Oleh Banyak Orang Pernahkah kita berfikir dan menyadari bagaimana berharganya pekerjaan para tukang sampah, atau Dokter, dan juga pekerjaan dan prestasi lain yang sebenarnyaa bermaslahat untuk orang banyak, inilah yang dimaksud dalam mencari amal baik di dunia maupun di akhirat, dengan sembari kita berkerja dengan ikhlas, diniatkan sebagai bentuk ikhtiar dan ibadah kita kepada Allah SWT. Seperti dalam istilah Rasulullah SAW, “Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia. ” Atau dalam bahasa al-Qur’an, beratnya timbangan amal tentu juga dipengaruhi oleh banyak sedikitnya amal. “Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. ” (QS Al-Qori ‘ah: 6- 7). 6. Pekerjaan Dalam Memakmurkan Bumi Dalam ayat-ayat Al-quran suah jelas, bahwa

Benarkah Bisa Mengejar Surga Sejak Di Dunia ? Berikut Penjelasannya ! Read More »

6 Perkara ghibah yang dibolehkan dalam islam ! Baca Penjelasan Berikut Ini

       6 Perkara ghibah yang dibolehkan dalam islam, apa saja ? Setelah sebelumnya, kita membahas mengenai bahaya ghibah dan terapinya. Selanjutnya kita akan membahas mengenai ghibah yang diperbolehkan. Apakah benar ada ghibah yang diperbolehkan ini ?          Ini penjelasannya, Imam Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim dan Riyadhu As-Shalihin, menyatakan bahwa ghibah hanya diperbolehkan untuk tujuan syara’ yaitu yang disebabkan oleh enam hal. Mengetahui dan memahaminya adalah sebuah kewajiban agar diri tidak salah dalam bertutur kata. Enam hal tersebut antara lain, sebagai berikut  1. Memperingatkan Dari Kejahatan Ada beberapa perkara kejahatan yang antara lain : a. Apabila ada perawi, saksi, atau pengarang yang cacat sifat atau kelakuannya, menurut ijma’ ulama kita boleh bahkan wajib memberitahukannya kepada kaum muslimin. Menjaga dan memurnikan syari’at, jelas ini diperbolehkan. Kewajiban ini, untuk menjaga kesucian hadits. Apalagi hadits ini, merupakan sumber hukum kedua bagi kaum muslimin setelah Al-Qur’an. b. Apabila kita melihat seseorang membeli barang yang cacat atau membeli budak (untuk masa sekarang bisa dianalogikan dengan mencari seorang pembantu rumah tangga) yang pencuri, peminum, dan sejenisnya, sedangkan si pembelinya tidak mengetahui. Dengan maksud memberitahukan, memberikan nasehat dalam mencegah kejahatan yang nantinya akan terjadi, tanpa menyakiti salah satu pihak. c. Apabila kita melihat seorang penuntut ilmu agama belajar kepada seseorang yang fasik, munafik, atau ahli bid’ah. Dikhawatirkan akan muncul bahaya yang akan menimpanya. Kita wajib memberikan nasehat, memberikan penjelasan dan keadaan mengenai gurunya, dengan tujuan kebaikan bersama. 2. Bila seseorang telah dikenal dengan julukannya, maka kita diperbolehkan memanggilnya dengan julukannya, atas dasar agar seseorang mudah dan langsung mengerti. Jika tujuannya itu hanya untuk menghina, maka haram hukumnya. Namun, jika ia mempunyai nama yang lebih baik, maka panggilah dengan nama tersebut. 3. Orang yang mazhlum (Teraniaya) Dalam hal ini, orang yang mazhlum atau yang teraniaya boleh menceritakan atau mengadukan kedzaliman yang ia terima dari yang mendzaliminya kepada penguasa atau lembaga berwenang yang dapat memutuskan perkara, melindungi dan memberikan haknya atas ketidak adilan dari yang berbuat dzalim. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 148:  لَّا يُحِبُّ ٱللَّهُ ٱلۡجَهۡرَ بِٱلسُّوٓءِ مِنَ ٱلۡقَوۡلِ إِلَّا مَن ظُلِمَ‌ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا Artinya : “Allah tidak menyukai Ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” Ayat ini menjelaskan bahwa seseorang yang teraniaya boleh menceritakan tentang kedzaliman yang dilakukan oleh orang lain pada dirinya, bahkan dibolehkan jika ia menceritakannya kepada seseorang yang mempunyai kekuasaan, kekuatan, dan wewenang untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Dalam perkara ini kita mencotohkannya seperti seorang pemimpin atau hakim, dengan tujuan dan harapan memperoleh bantuan atau keadilan. Tetapi walaupun demikian, pemberian maaf kepada yang berbuat dzalim, menyembunyikan keburukannya, boleh dilakukan. Seperti yang terkandung dalam Al-qur’an  permberian maaf atau menyembunyikan keburukan adalah lebih baik. Hal ini ditegaskan pada ayat berikutnya, yaitu Surat An-Nisa ayat 149: إِن تُبۡدُواْ خَيۡرًا أَوۡ تُخۡفُوهُ أَوۡ تَعۡفُواْ عَن سُوٓءٍ۬ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَفُوًّ۬ا قَدِيرًا Artinya : ” jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau Menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Kuasa “ 4. Meminta Kebenaran atau Sebuah Fakta ( Istifta’ ) Dalam perkara ini, akan diberikan penjelasan, misalnya ucapan seseorang kepada seorang pemberi fatwa (mufti): “ Fulan mendzalimi aku, atau dia mengambil hakku. Lalu bagaimana penyelesaian yang bisa dilakukan ?” Dia boleh menyebut nama seseorang dan tindakannya secara langsung. Namun, walaupun kita diperbolehkan menceritakan keburukan seseorang untuk meminta fatwa, untuk lebih berhati-hati, ada baiknya kita hanya menyebutkan keburukan orang lain sesuai yang ingin kita adukan. Misalnya :” Apa pendapat Tuan tentang seseorang yang mendzalimi saudaranya atau yang lain? 5. Menceritakan kepada khalayak tentang Kefasikan atau Bid’ah Dalam perkara ini, kita boleh menceritakan tentang seseorang yang berbuat fasik atau bid’ah seperti, minum-minuman keras, menyita harta orang secara paksa, memungut pajak liar atau perkara-perkara bathil lainnya. Namun perlu digaris bawahi, dalam menceritakan ini, tidak ada bumbu atau tambahan-tambahn lain yang malah menimbukan fitnah. Jadikan hanya sebagai tujuan kebaikan. 6. Meminta bantuan dalam menghapus kemungkaran dan kembali pada kebenaran Dalam perkara ini, kita boleh melakukan ghibah dalam rangka meminta suatu bantuan untuk menyingkirkan sebuah kemungkaran dan agar orang yang berbuat maksiat tadi bisa kembali pada jalan yang dibenarkan Allah SWT. Pembolehan ini dalam rangka isti’anah (minta tolong). Bukan itu juga, sudah sebuah kewajiban sebagai umat muslim dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Kita harus saling bahu membahu dalam perkara ini tanpa memandang siapa dan apa jabatannya, hingga nantinya akan terlihat secara nyata garis perbedaan antara yang haq dan yang bathil. HAL-HAL YANG DIPERHATIKAN DALAM GHIBAH YANG DIPERBOLEHKAN Namun ada hal – hal yang harus diperhatikan dalam masalah ghibah yang diperbolehkan di atas, yaitu : 1. Ikhlas karena Allah di dalam niat. Maka janganlah kamu katakan ghibah yang dibolehkan bagimu untuk menghilangkan kemarahan, mencela saudaramu atau merendahkannya. 2. Tidak menyebut nama seseorang selagi bisa dilakukan 3. Agar ketika membicarakan seseorang hanya tentang apa yang telah diperbuatnya dengan sesuatu yang diijinkannya, dan janganlah membuka pintu ghibah untuk menjatuhkan, sehingga menyebutkan aib-aibnya. 4. Berkeyakinan kuat tidak akan terjadi kerusakan yang lebih besar dari manfaatnya. Demikian, penjelasan mengenai 6 perkara ghibah yang diperbolehkan dalam islam, semoga bermanfaat. Baca Juga : 1. Penjelasan dan Pengertian Umum dari Ghibah menurut Islam 2. Bahaya Ghibah Yang Kita Lakukan3. 8 Hal Yang Banyak Menjerumuskan Manusia Melakukan Ghibah DAFTAR RUJUKAN Ahmad Dr. Farid, 1428 H, Olahraga Hati cetakan , 1 Penerbit Aqwam : Solo Shalih Al Munajjid Syaikh, 2007, Dosa-dosa yang Dianggap Biasa, Penerbit Darul Haq: Jakarta Al-Wayisyah Husain, 2007, Saat Diam Saat Bicara Manajemen Lisan, Penerbit Darul Haq: Jakarta Al-Maqdisy, Ibnu Qudamah, 2008, Minhajul Qashidin cetakan 1 Penerbit: Pustaka as-Sunnah: Jakarta An-Nawawi Imam Muhyiddin, 2007, Syarah Hadits Arba’in Penerbit Pustaka Arafah: Solo Ibnu Katsir Al-Imam, 2006, Tafsir Ibnu Katsir, Penerbit Pustaka Imam Syafi’i: Bogor Ibnu Hajar Al-Asqalani Al-Hafidz, 2006, Bulughul Maram, Penerbit Pustaka Al Kautsar: Jakarta Shalih Al Munajjid Syaikh, 2007, Dosa-dosa yang Dianggap Biasa, Penerbit Darul Haq: Jakarta

6 Perkara ghibah yang dibolehkan dalam islam ! Baca Penjelasan Berikut Ini Read More »