“Qur’an is words of God”, kata salah seorang komentator dalam film Koran By Heart. Maha Besar Allah, Dia telah menjamin sendiri bahwasanya Al Qur’an akan tetap terjaga keaslian dan kesuciannya sampai akhir zaman [2]. Dan Maha benar Allah, ini terbukti! Seperti sedikit contoh di atas, Al Qur’an dihafalkan oleh banyak anak manusia, tidak peduli asalnya, warna kulitnya, apakah bisa bahasa Arab atau tidak. Dan tidak disitu saja, Al Qur’an pun tak hanya sekedar dihapalkan begitu saja, tapi harus lengkap dengan kebenaran cara bacanya. Dan sungguh itu mudah saja bagi Allah untuk mewujudkannya, dan imbasnya berbagai usaha untuk memalsukan Al Qur’an, alhamdulillah tergagalkan dengan seiring berjalan waktu. Takbir!
Namun, perlu kita catat menghafal Al Qur’an sendiri bukanlah tujuan akhir. Sepaham saya inilah salah satu jalan bagi umat manusia untuk bisa memahami sumber petunjuk hidupnya untuk keselamatan hidup dunia akhirat. Dari hafal sedikit demi sedikit (apakah paralel atau setelahnya) mulai memahami maknanya sekaligus kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, dan kemudian mengajarkannya kepada orang lain. Ini tidaklah mudah memang, saling jaga, saling dukung dari lingkungan, komunitas (bisa itu keluarga, sekolah, masyarakat dlsb) sangatlah diperlukan. Tidak dapat dipungkiri banyak juga kasus anak yang waktu kecilnya rajin menghafal Al Qur’an, kemudian hilang hafalannya seiring dengan hilang atau berkurangnya fungsi kontrol dari lingkungan atau komunitas sebelumnya.
Semakin tinggi pohon semakin kuat tantangan anginnya. Begitu juga saya yakin dengan para penghafal Al Qur’an, semakin banyak hafalan Al Qur’an seseorang semakin tinggi pula godaan dan cobaan bagi dirinya. Dan yang seperti baru saya baca beberapa hari lalu di tulisannya Ustadz Mohammad Fauzil Adhim di sini, bahkan tercatat dalam sejarah seorang Abu Muhammad al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi yang hafal Al Qur’an tapi jatuh menjadi seorang pemimpin sangat zhalim. Ini adalah pelajaran berharga bagi siapa pun, terutama yang menghafal Al Qur’an. Akan selalu ada “bisikan-bisikan” setan yang menjerumuskan, dan tidak menutup kemungkinan akan banyak pujian datang yang kalau salah menanggapi bisa menjerumuskan pada jurang ujub atau kesombongan. Namun, tentunya bukan berarti yang belum dan sedang berusaha menghapal Al Qur’an menjadi lemah atau hilang niat dan apatah lagi berhenti usaha untuk menghafal Al Qur’an, logika sederhananya orang yang sudah hapal Al Qur’an saja masih ada peluang menjadikannya tidak selamat (baik dunia maupun akhirat), apalagi yang tidak hafal. Tetap semangat,bismillah 🙂
Sekali lagi menghafal Al Qur’an bukanlah tujuan akhir dari segalanya, kita perlu merenungkan nasihat dalam tulisan Ustadz Mohammad Fauzil Adhim tersebut, bahwasanya penghafalan (tahfidz) Al Qur’an adalah penempaan iman dulu. Dan berikutnya harapan saya dengan mengutip perkataan Ibnu Khaldun rahimullah: hapalan Al Qur’an bisa lebih mengokohkan iman [3]. Cita-cita besar yang terpaut rindu akan terwujudnya lagi generasi mulia semoga menjadi kenyataan berupa banyaknya muncul para pemimpin umat, ilmuan, profesional, dokter,pengacara,konsultan, pegawai, guru, wirausahawan yang tidak saja ahli dalam bidangnya tapi juga hapal Al Qur’an, sekaligus menerapkan, mengajarkan nilai-nilai Al Qur’an dalam kehidupannya. Aamiin ya Allah.
PS: Mari menghafal Al Qur’an sekaligus sama-sama senantiasa mengiringinya, memperbaikinya dengan belajar membaca Al Qur’an secara benar atau istilahnya belajar Tahsin:) Dan jangan lupa harus ada Guru yang membimbing agar bacaan kita benar sesuai dengan kaidah ilmunya. Dari Utsman bin ‘Affan ra, dari Nabi saw, beliau bersabda, “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari al-Qur`an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari) [1].