Pengertian dan Penjelasan Mengenai Apa Itu Ghibah Dalam Islam ! Berikut Penjelasannya


Pengertian dan Penjelasan Mengenai Ghibah dalam Islam

Pengertian dan Penjelasan Mengenai Apa Itu Ghibah Dalam Islam ! Berikut Penjelasannya

Berbicara mengenai berkumpul, tentulah bisa dibedakan menjadi dua jenis, pertama ialah berkumpul yang mendatangkan manfaat baik bagi diri, orang lain, maupun orang banyak nantinya. Berkumpul dengan bermanfaat seperti, pengajian, belajar baik di sekolah, maupun di tempat-tempat lain yang baik. Kedua, ialah berkumpul yang mendatangkan mudharat seperti, berkumpul yang hanya sekedar membangun butir-butiran dosa baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Nah, di sini akan lebih memfokuskan mengenai berkumpul yang kiranya kurang bermanfaat.

Kebiasaan berkumpul dengan kawan, rekan kerja, dan college tanpa membatasi atau memperhatikan topik yang akan dijadikan bahan perbincangan membuat kebanyakan manusia terjerumus dalam perbincangan yang membincangkan mengenai pihak ketiga atau orang lain yang tidak ada di dalam perkumpulannya tersebut, baik yang berbau gossip yang masih simpang siur kebenarannya, maupun yang berbau aib yang tidak baik dari pihak ketiga tersebut dimana yang diperbincangkan belum tentu rela dan ikhlas jika hal itu menjadi bahan pembicaraan.

            Hal itu, ditambah lagi dengan media-media yang dewasa ini malah memberikan berita-berita yang biasanya hanya bertujuan menaikkan rating tanpa didasari dengan fakta-fakta yang terpercaya.  Semakin terdengar aneh dan membuat seseorang penasaran, maka semakin popular lah berita itu untuk diperbincangkan.

Pengertian dan Penjelasan Mengenai Ghibah dalam Islam            Nah, di sinilah posisi dari segala macam muara yang dinamakan sebagai Ghibah. Ghibah adalah salah satu perbuatan yang sangat tidak disenangi oleh Allah SWT. Karena, sejatinya orang yang melakukan ghibah, hanya memberikan kesakitan pihak yang dijadikan bahan ghibah, dan akhirnya hanya mendatangkan keburukan dan dosa.

Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadist dalam kitab Shahihnya dari shahabat Abu Hurairah radhiyallu’anhu :

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( أَتَدْرُونَ مَا اَلْغِيبَةُ?
قَالُوا: اَللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ.
قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ.
قِيلَ: أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ?
قَالَ: إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اِغْتَبْتَهُ, وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فَقَدْ بَهَتَّهُ ) أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu‘anhu sesungguhnya Rasulullah shalallahu’alaihi wa Sallam ? bersabda: “Tahukah kalian apa ghibah itu? Para shahabat berkata: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Kemudian beliau ? bersabda: “Engkau menyebutkan sesuatu yang ada pada saudaramu yang dia membecinya. Ditanyakan (salah seorang dari para sahabat bertanya –pen),”Bagaimana halnya jika apa yang aku katakan itu terdapat pada saudaraku?” Beliau shalallahu’alaihiwasalam menjawab : “Jika yang engkau sebutkan tadi benar-benar ada pada saudaramu sungguh engkau telah berbuat ghibah, sedangkan jika itu tidak benar maka engkau telah membuat kedustaan atasnya.” (HR. Muslim ( 2577 ) dalam Al-Birr wa ash-Shilah wa al-Adaab. Lihat Bulughul Mahram cet. pustaka as-Sunnah 2007 .Hal 734)

Dalam hadist tersebut, sudah dijelaskan mengenai definisi ghibah melalu pecakapan Rasulullah SAW dengan para Sahabatnya di masa itu. Untuk itu, dalam memahami ghibah bisa didasari dari garis besar ghibah itu sendiri.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT juga berfirman di dalam surat Al-Hujurat ayat 12 :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”

Dari ayat qu’ran surat Al-hujurat di atas, Allah SWT memberikan pedoman bagi seluruh umat manusia, bahwa kita sebagai umat islam khususnya hendaknya dan sudah sepantasnya menjauhi segala prasangka yang dapat menghasilkan sebuah topik gunjingan terhadap orang lain. Dengan keras, Orang yang berbuat demikian maka sama seperti memakan daging saudaranya sendiri yang sudah mati.

Berdasarkan hadist dan firman Allah di atas dapat diambil suatu kesimpulan tentang definisi ghibah yaitu membicarakan sesuatu yang ada pada diri orang lain, dimana yang dibicarakan tidak menyukai apabila seuatu tersebut disebutkan atau dibicarakan. Dari mulai jasmani yang kelihatan, agama yang di anut, kekayaan yang dimiliki, hati, akhlak yang ada, bentuk lahiriyahnya dan sebagainya. Cara yang dilakukan pun bermacam-macam dari mulai membeberkan suatu kejelekkan, aib, menduplikasi tingkah atau perilakunya, maupun dengan mengolok-ngolok orang tersebut, tanpa sepengetahuannya.

Dalam Minhajul Qasidin Ibnu Qudamah Al-Maqdisy rahimahullah menyebutkan bahwa makna ghibah adalah menyebut – menyebut saudaramu yang tidak ada disisimu dengan perkataan yang tidak disukainya, baik yang berhubungan dengan kekurangan badannya, seperti pernglihatannya yang kabur, buta sebelah matanya, kepalanya yang botak, badannya yang tinggi, badannya yang pendek dan yang lainnya. Atau, yang menyangkut nasabnya, seperti perkataanmu: “Ayahnya berasal dari rakyat jelata, ayahnya orang India, orang fasik, dan lainnya.” Atau, yang menyangkut akhlaqnya, seperti perkataanmu: “Dia akhlaknya buruk dan orangnya sombong.” Atau yang menyangkut pakaiannya, seperti perkataanmu: “Pakaiannya longgar, lengan bajunya terlalu lebar”, dan lain-lainnya.(Minhajul Qasidin, Cet. Pustaka as-Sunnah, 2008,Hal 308)

“Ketahuilah bahwa setiap sesuatu yang dimaksudkan sebagai celaan, maka itu dikateorikan ghibah, baik dalam bentuk perkataan atau pun yang lainnya, seperti kedipan mata, isyarat atau pun tulisan. Sesungguhnya tulisan merupakan salah satu dari dua lisan” (Minhajul Qasidin, Cet. Pustaka as-Sunnah, 2008,Hal 309)


Dari segala penjelasan di atas, mudah-mudahan bisa menjadi bahan untuk rujukan dalam evaluasi diri, sudah sejauh mana kita melakukan perbuatan ghibah, apakah perbuatan tersebut sengaja atau tidak sengaja kita laukan, dan segeralah berhenti dan hati-hati agar tidak mengulanginya kembali.

Baca Juga :

  1. Al-Maqdisy, Ibnu Qudamah, 2008, Minhajul Qashidin cetakan 1 Penerbit: Pustaka as-Sunnah: Jakarta
  2. Ibnu Hajar Al-Asqalani Al-Hafidz, 2006, Bulughul Maram, Penerbit Pustaka Al Kautsar: Jakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel

Penyuluhan Tanpa Biaya: Wujud Peduli dan Berbagi Ilmu bagi Masyarakat

Penyuluhan tanpa biaya menjadi salah satu bentuk nyata dari kepedulian terhadap masyarakat. Dengan memberikan akses informasi dan pengetahuan secara gratis, kegiatan ini menjembatani kesenjangan dalam pendidikan, kesehatan, atau isu-isu penting lainnya, terutama bagi kelompok masyarakat yang kurang memiliki akses terhadap sumber daya tersebut. Makna Penyuluhan Tanpa Biaya Penyuluhan tanpa biaya adalah program yang dirancang untuk […]

Read More
Artikel

Meningkatkan Kesadaran Melalui Penyuluhan Gratis: Berbagi Pengetahuan untuk Semua

Kesadaran masyarakat terhadap berbagai isu seperti kesehatan, pendidikan, lingkungan, atau ekonomi sering kali menjadi kunci perubahan sosial. Salah satu cara efektif untuk meningkatkan kesadaran ini adalah melalui program penyuluhan gratis. Dengan membagikan pengetahuan secara cuma-cuma, penyuluhan menjadi jembatan yang menghubungkan informasi penting dengan masyarakat yang membutuhkan. Mengapa Penyuluhan Gratis Penting? Memiliki dampak yang signifikan karena […]

Read More
Artikel

Kebaikan sebagai Landasan: Menginspirasi melalui Komitmen Yayasan

Kebaikan adalah nilai universal yang menjadi dasar setiap tindakan positif untuk menciptakan perubahan. Dalam konteks sebuah yayasan, kebaikan bukan sekadar filosofi, melainkan landasan kokoh yang memandu setiap langkah untuk membawa manfaat nyata bagi masyarakat. Komitmen yayasan terhadap nilai ini mampu menginspirasi banyak pihak untuk bersama-sama menciptakan dampak yang lebih besar. Mengapa Kebaikan Harus Menjadi Landasan? […]

Read More