Bahaya Ghibah dalam diri. Jikalau sebelumnya, kita membahas mengenai garis besar dan penjelasan ghibah secara umum. Sekarang kita akan masuk pada bahaya ghibah itu sendiri. Banyak sekali manusia di muka bumi ini yang kurang memperdulikan mengenai ghibah dan bahayanya jika terus dilakukan. Padahal ini sudah jelas, ghibah adalah perbuatan yang tidak disukai oleh Allah Ta’ala, ghibah merupakan perbuatan keji dan kotor.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam al Qur`an :
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yaang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. [Q.S Al- Hujurat/49 : 12].
Dalam sabda Rasulullah shalallahu’alaihiwasalam dari shahabat Sa’id bin Zaid radiyallu’anhu bahwa,
“Sesungguhnya termasuk riba yang paling besar (dalam riwayat lain: termasuk dari sebesar besarnya dosa besar) adalah memperpanjang dalam membeberkan aib saudaranya muslim tanpa alasan yang benar.” (HR. Abu Dawud no. 4866-4967)
Dalam hadist tersebut jelas, mengenai urgensi dari ghibah sebagai hal termasuk dalam riba yang paling besar. Maka, kita sebagai umat islam khususnya memiliki perhatian lebih mengenai ghibah ini. Dalam kasus lain, bahkan Rasulullah sangat memperhatikan masalah ghibah ini. Pada suatu hari Aisyah, beliau tidak sengaja pernah berkata kepada Rasulullah, tentang Shafiyyah bahwa dia adalah wanita yang pendek. Maka, Rasululullah SAW bersabda :
لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَو مُزِجَتْ بِمَاءِ البَحْرِ لَمَزَجَتْهُ
“Sungguh engkau telah berkata dengan suatu kalimat yang kalau seandainya dicampur dengan air laut niscaya akan merubah air laut itu.” (H.R. Abu Dawud 4875 dan lainnya)
Maka, bisa dibayangkan bagaimana bahaya ghibah tersebut bila dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja karena kita yang kurang berhati-hati dalam berkata. Sampai diumpamakan jika perkataan tersebut dicampurkan dengan air laut, maka akan merubahnya.
Syaikh Salim bin Ied Al Hilali rahimahullah berkata: “Dapat merubah rasa dan aroma air laut, disebabkan betapa busuk dan kotornya perbutan ghibah. Hal ini menunjukkan suatu peringatan keras dari perbuatan tersebut.” (Lihat Bahjatun Nazhirin Syarah Riyadhush Shalihin 3/25)
Aisyah radhiyallu’anha berkata, “aku pernah menceritakan seseorang kepada beliau, lalu beliau bersabda : “Aku tidak suka menceritakan seseorang walaupun aku diberi harta”.
المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim sejati adalah bila kaum muslimin merasa selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” (HR Tirmidzi: IX/310, Shifatul Qiyamat. Ia berkata, :Hadist ini hasan shahih.” Abu Dawud (4854), Al-Adab, dan hadist ini dinyatakan shahih oleh Albani)
Dari keseluruhan penjelasan mengenai bahaya ghibah di atas, maka kita bisa memahami bagaiman ghibah menjadi salah satu dosa yang jika dilakukan maka termasuk dosa besar. Karena sejatinya, kita sebagai umat manusia sudah menjadi kewajiban untuk senantiasa menjauhi perbuatan tersebut. Menjaga agar diri tidak termasuk orang-orang yang merugi karena tidak berhati-hati dalam menjaga ucapan yang keluar dari diri.
Akhirnya, marilah kita senantiasa meminta pertolongan dan perlindunga dari – Nya, Allah Ta’ala. Agar diri ini tetap berjalan sesuai syari’at dan ketaatan dalam tuntunan Al-qur’an dan hadist yang sudah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
DAFTAR RUJUKAN
- Al-Maqdisy, Ibnu Qudamah, 2008, Minhajul Qashidin cetakan 1 Penerbit: Pustaka as-Sunnah: Jakarta
- An-Nawawi Imam Muhyiddin, 2007, Syarah Hadits Arba’in Penerbit Pustaka Arafah: Solo
- Ibnu Katsir Al-Imam, 2006, Tafsir Ibnu Katsir, Penerbit Pustaka Imam Syafi’i: Bogor