Al-Qur’an Cerminan Akhlak

 Al-Qur'an Cerminan Akhlak | Bina Insan Sahabat Al-Qur'an

Bina Insan Sahabat Al Qur’an – Kemuliaan akhlak didapat dengan merenungi Kitabullah dan senantiasa berhubungan dengannya. Dan barangsiapa yang mengkaji sunnah-sunnah Nabi, yaitu perjalanan hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hadits-haditsnya, akan mendapatkan dan memahami kemuliaan akhlak dan keagungannya. Allah berfirman dalam Surat Al-Furqan ayat 63-68.

          “Dan hamba-hamba yang baik dari Rabb Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang yang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Rabb mereka. Dan orang-orang yang berkata : ‘Ya Rabb kami, jauhkan adzab jahannam dari kami, sesungguhnya adzabnya itu adalah kebinasaan yang kekal’. Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. Dan apabila orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) ditengah-tengah antara yang demikian. Dan orang-orang yang tidak menyembah Ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian ini, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya)”. (Al-Furqan : 63-68).
          Maksudnya, barangsiapa menyekutukan Allah atau membunuh jiwa dengan tanpa alasan, atau melakukan perzinaan, maka akibat perbuatannya itu dia akan mendapatkan dosa, yaitu siksaan yang besar. Lalu Allah menjelaskannya dengan ayat-ayat berikut ini :
“(Yakni) akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam adzab itu, dalam keadaan terhina”. (Al-Furqan : 69).
Mereka berada dalam siksaan, kecuali :
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih ; maka mereka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal shalih, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya”. (Al-Furqan : 70-71).
Ini semua cerminan dari akhlak Ahlul Iman laki-laki dan wanita. Kemudian Allah melanjutkan firman-Nya :
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu”. (Al-Furqan : 72).
“Laa yasyhadun” (tidak memberikan persaksian) maksudnya yaitu “la yahdhurun” (tidak melakukan). Adapun yang dimaksud dengan “Az-Zuur” (palsu, dusta) yaitu kebathilan dan kemungkaran dari berbagai bentuk kemaksiatan dan kekafiran. Ahlul Iman adalah mereka mereka yang tidak memberikan persaksian palsu, bahkan mereka adalah orang yang mengingkari serta memeranginya.
Firman Allah
“Artinya : Dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya”. (Al-Furqan : 72).
Lebih dari itu, Ahlul Iman akan menolak perbuatan yang tidak mendatangkan faedah, sebagaimana firman Allah berikut :
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata : ‘Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu…” (Al-Qashash : 55).
“Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Rabb mereka, mereka tidaklah mengahadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta”. (Al-Furqan : 73).
         Bahkan mereka mengahadapinya dengan khusyuk serta menerima sepenuhnya terhadap Allah dan sekaligus mengagungkan-Nya. Inilah sifat mukminin dan mukminat apabila diingatkan dengan ayat-ayat Allah mereka nampak khusyuk dan lembut hatinya serta mengagungkan Rabbnya bahkan menangis lantaran rasa takut kepada-Nya. Mereka melakukan itu karena mengharap pahala dari-Nya dan takut akan siksa-Nya.
Allah berfirman :
“Dan orang-orang yang berkata : ‘Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa”. (Al-Furqan : 74).
        Ini semua merupakan sifat-sifat mukminin dan mukminat, mereka adalah Ibadurrahman (Hamba-hamba Allah) yang hakiki lagi sempurna.
          Qurratul ‘Ain (penyejuk mata) adalah, manakala engkau melihat anak-anakmu, baik laki-laki atau perempuan semuanya melaksanakan amal shalih. Kata-kata “al-walad” secara umum mencakup laki-laki dan wanita. Anak laki-laki sering dipanggil dengan sebutan ibnu, sedang perempuan dipanggil dengan bintu.
         Demikian pula kata-kata “dzurriyah” yang mencakup laki-laki dan juga perempuan. Hal ini sebagai mana tersebut dalam hadist :
“Apabila anak Adam (manusia) meninggal, terputus amalnya kecuali tiga perkara ; shadaqah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan atau anak shalih yang mendo’akannya”.
        Anak atau al-walad, termasuk di dalamnya adalah anak laki-laki atau perempuan, hal ini sebagaimana penjelasan di depan. Allah mempertegas hal ini dalam firman-Nya :
“Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami)….” (Al-Furqan : 74).
          Yakni, dzurriyah (generasi) yang menyejukkan pandangan mata. Hal itu disebabkan karena kondisi anak keturunan yang taat kepada Allah dan istiqamah di atas syari’at-Nya. Demikianlah kondisi kehidupan suami istri, seorang suami misalnya, apabila melihat istrinya taat kepada Allah, maka pastilah sejuk matanya (senang hatinya). Demikian pula istri, apabila melihat suaminya taat kepada Allah tentulah senang hatinya. Ini terjadi manakala istri adalah sosok wanita mukminah. Suami yang shalih adalah penyejuk mata bagi istrinya, demikian pula istri shalihah adalah penyejuk mata bagi suaminya yang mukmin. Generasi yang baik (dzuriyatan thayyibah) adalah penyejuk mata bagi ayahnya, ibunya dan seluruh kerabat mukminin dan mukminat. Allah berfirman :
“Dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa”. (Al-Furqan : 74).
        Imam bagi orang-orang yang bertaqwa, yakni ; imam dalam kebaikan yang mampu membimbing manusia. Kemudian Allah menegaskan balasan yang bakal diperoleh mereka, yaitu :
“Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam jannah)”. (Al-Furqan : 75).
Ghurfah adalah jannah. Disebut ghurfah karena ketinggiannya, sebab ia berada di tempat yang sangat tinggi, yaitu di atas langit dan di bawah ‘Arsy. Jannah itu berada di tempat yang sangat tinggi, oleh karena itu Allah berfirman :
“Mereka itulah orang-orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam jannah)”. (Al-Furqan : 75).
           Ghurfah (balasan yang tinggi) yakni, al-jannah. Hal ini diperoleh karena kesabaran mereka (bimaa shabaruu). Maksudnya adalah kesabaran dalam mentaati Allah, kesabaran menahan yang diharamkan Allah dan kesabaran atas musibah yang menimpa. Ketika mereka menerima dengan sabar, maka Allah membalasi mereka dengan al-jannah yang tinggi dan agung. Manakala mereka sabar menunaikan kewjibannya terhadap Allah, sabar terhadap yang diharamkan Allah, sabar menerima musibah yang memedihkan, misalnya ; sakit, kemiskinan dan selainnya, maka Allah akan membalasi mereka dengan sebaik-baik balasan.
Allah berfirman :
“Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam jannah), karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya, mereka kekal di dalamnya. Jannah itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman”. (Al-Furqan : 75-76).
             Inilah cerminan sifat-sifat Ahlul Iman yang utuh, baik kalangan laki-laki atau wanita. Mereka pula yang Ahlus Sa’adah wan Najah (pemilik kemuliaan dan kesuksesan). Di dalam Al-Qur’an Allah Subhanahu wa Ta’ala banyak menyebutkan sifat-sifat mukminin dan mukminat serta akhlak mereka yang mulia. Di antaranya sebagaimana tersebut dalam surat Al-Baqarah, Allah berfirman :
“Artinya : Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta ; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat ; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) ; dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. (Al-Baqarah : 177)
            Inilah keadaan orang-orang yang bertaqwa dari baik laki-laki maupun perempuan. Allah telah menjelaskan sifat-sifat mereka dalam ayat yang mulia ini.
“….. akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah ..”.
           Makna ayat tersebut ialah : akan tetapi, pemilik kebajikan yaitu orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi. Iman kepada Allah dalam pengertian, Allah sebagai Rabb dan Ilah yang Maha Suci lagi Maha Agung. Mereka juga mengimani Allah sebagai tempat pengabdian yang sebenar-benarnya, bahwa sesungguhnya Allah adalah Dzat Pencipta, dan Dzat Pemberi rezeki. Dialah yang Maha Suci dan disifati dengan Asma’ul Husna dan sifat-sifat yang tinggi. Tidak ada yang sebanding dengan-Nya, tidak ada tandingan bagi-Nya. Dialah yang Maha Sempurna dalam dzat, dalam sifat-sifat, dalam nama-nama dan dalam perbuatan-Nya. Dialah dzat yang tidak terdapat pada-Nya kekurangan dari berbagai seginya, bahkan Dialah yang mempunyai kesempurnaan yang mutlak dari berbagai segi.
Allah berfirman :
“Artinya : Katakanlah :’Diallah Allah, Yang Maha Esa’. Allah adalah Ilah yang bergantung kepada-Nya segala urusan. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”. (Al-Ikhlas : 1-4).
Sumber : Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel

Menggerakkan Kolaborasi Kemanusiaan: Sinergi untuk Mewujudkan Perubahan

Dalam dunia yang penuh dengan tantangan sosial, lingkungan, dan ekonomi, kerja sama kemanusiaan menjadi kebutuhan yang sangat penting. Transformasi positif di masyarakat hanya dapat tercapai jika berbagai pihak berkolaborasi, menyatukan keahlian, sumber daya, dan dedikasi mereka. Kolaborasi kemanusiaan melibatkan pemerintah, organisasi swadaya masyarakat (LSM), komunitas lokal, akademisi, dan sektor swasta, yang semuanya berbagi tanggung jawab […]

Read More
Artikel

Kolaborasi untuk Kemanusiaan: Menyatukan Hati dan Tangan Demi Kepedulian Sesama

Dalam dunia yang semakin kompleks ini, tantangan sosial dan kemanusiaan memerlukan upaya bersama dari berbagai pihak. Mulai dari kemiskinan, bencana alam, hingga akses yang terbatas terhadap pendidikan dan layanan kesehatan, setiap masalah kemanusiaan menuntut solusi yang tidak bisa diatasi oleh satu pihak saja. Di sinilah pentingnya kolaborasi kemanusiaan, yang mengajak kita semua untuk bekerja sama, […]

Read More
Artikel

Hunian Sementara yang Berkelanjutan: Mewujudkan Kemanusiaan dalam Pembangunan

Hunian sementara adalah bagian penting dari respons kemanusiaan dalam situasi darurat, baik akibat bencana alam maupun konflik. Namun, seiring meningkatnya kebutuhan, muncul pula tantangan besar dalam menjaga keberlanjutannya. Konsep hunian sementara yang berkelanjutan bertujuan untuk mengatasi masalah jangka pendek sekaligus memberikan manfaat jangka panjang. Dengan integrasi elemen keberlanjutan, hunian sementara bisa menjadi bagian dari pembangunan […]

Read More